aplikasi dan jurnal pilihan google

Friday, August 24, 2007

Obstruksi Saluran Nafas Atas / upper respiratory track obstruction

DEFENISI
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas yang bisa berlokasi di trakea, laring atau faring.
ANATOMI
Secara anatomi saluran nafas atas terdiri atas faring dan rongga hidung, akan tetapi secara fungsional laring dan trachea bisa dimasukkan dan rongga mulut menjadi jalur alternatif pernafasan. Hidung adalah bangunan berbentuk piramida yang terdiri dari tulang dan kartilago yang berikatan ke tengkorak dan dibagi oleh septum ditengahnya menjadi dua rongga hidung. Hidung berfungsi sebagai pemanas dan pelembab gas yang dihirup, resonator suara dan tempat reseptor penciuman. Sinus paranasal bermuara ke rongga hidung. Bagian belakang mulut terbuka ke orofaring dan membentuk pintu masuk ke saluran cerna dan juga merupakan jalur alternatif lewatnya udara. Juga terlibat dalam proses bicara. Intubasi orotracheal dapat digunakan sebagai alternatif dari intubasi nasal ketika dibutuhkan. Akan tetapi variasi dari anatomi jalan nafas atas dapat menyulitkan teknik ini.
Faring adalah tabung fibromuskular berbentuk U yang merupakan perluasan dari dasar tengkorak hingga ke kartilago cricoid di pintu masuk ke esophagus. Di anterior ia terbuka ke rongga hidung melalui koana ke rongga mulut melalui ismus orofaring dan laring serta osofagus di bagian bawah, yang membaginya menjadi naso-, oro-, dan laryngopharynx, berurutan. pharynx membentuk suatu saluran aerodigestive dan terlibat erat dengan proses menelan. Panjangnya pada orang dewasa kira-kira 14 cm dibagian posterior.
Faring mendapat suplai darah dari berbagai sumber yang ekstensif. Yang utama beral dari arteri carotis eksterna serta cabang dari arteri maksila interna yakni cabang palatina superior.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan kripta didalamnya. Terdapat tiga tonsil yaitu tonsil faring (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiganya membentuk cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja (amandel) terletak di fossa tonsilaris. hiperplasia dari tonsil ini bisa menimbulkan sumbatan pada jalan nafas.
Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi
oleh :
· anterior : fasia bukkofaringeal ( divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda) yang mengelilingi faring, trakea, esofagus dan tiroid
· posterior : divisi alar lapisan profunda fasia servikalis profunda
· lateral : selubung karotis ( carotid sheath ) dan daerah parafaring.
Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II ) dimana divisi viscera dan alar bersatu.
Daerah retrofaring terbagi menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustakius dan telinga tengah. Daerah ini disebut juga dengan ruang retroviscera, retroesofagus dan ruang viscera posterior. Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu :
· danger space : dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi prevertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang ruang retrofaring ).
· prevertebral space : dibatasi oleh divisi prevertebra pada bagian anterior dan korpus vertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang danger space ). Ruang ini berjalan sepanjang kollumna vertebralis dan merupakan jalur penyebaran infeksi leher dalam ke daerah koksigeus midline raphe . Tiap – tiap bagian mengandung 2 – 5 buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur 4 – 5 tahun.
Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki bentuk yang menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring berupa aditus laring dan batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago krikoid.
Laring laki-laki dewasa terletak setinggi vertebra servikalis 3-6. Pada anak dan wanita sedikit lebih tinggi. Laring dibagi atas tiga bagian yaitu : supra glotis, glotis, dan subglotis. Supra glotis meluas dari puncak epiglotis sampai ke ventrikel laring. Glotis melibatkan pita sura sampai 5-7 mm dibawah ligamentum vokale, sedangkan subglotis dari bagian inferior glotis ke pinggir inferior kartilago krikoid. Laring dibentuk oleh sebuah tulang dibagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan dan diikat satu sama lain oleh otot-otot intrinsik dan ekstrinsik.
Tulang dan tulang rawan
1. Tulang hioid
Tulang hioid terletak paling atas berbentuk huruf U dan dengan mudah dapat diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis kearah atas bagian depan.
2. Tulang rawan tiroid
Merupakan tulang rawan laring yang terbesar. Terdiri dari dua lamina yang bersatu dibagian depan mengembang kearah belakang. Pada bagian atas terdapat celah yang memisahkan kedua lamina yang disebut dengan “Thyroid Notch”
3. Tulang rawan krikoid.
Terletak dibawah tulang rawan tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Bagian depan meyempit dan bagian belakang melebar, dan membentuk sebagian besar dinding belakang laring.
4. Tulang rawan epiglotis
Merupakan tulang rawan yang berbentuk pipih seperti daun dan terdiri dari jaringan tulang rawan fibroelastik.
5. Tulang rawan aritenoid.
Berbentuk piramid bersisi tiga tidak teratur. Di bagian dasar tulang rawan ini membentuk persendian dengan bagian atas belakang krikoid.
6. Tulang rawan kornikulata dan kuneiformis
Tulang rawan ini terdiri dari komponen elastik. Tulang rawan kornikulata bersendi dengan permukaan datar apeks tulang rawan aritenoid. Tulang rawan kuneiformis bersendi dengan tulang rawan kornikulata dan kedua tulang rawan ini akan membentuk tonjolan pada tiap sisi posterior rima glotis.

PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI
Obstruksi sering terjadi pada daerah yang secara anatomis menyempit, seperti hipofaring pada dasar lidah dan pada pita suara di laring. Tempat obstruksi jalan nafas dapat di supraglotis intraglotis dan infraglotis. Juga bisa dibagi menjadi bagian intra thorak dan ekstrathorak yang berbeda selama inspirasi dan ekspirasi.
Saluran nafas intra thorak melebar selama inspirasi dan karena tekanan negatif dari intrapleural. Tekanan positif di intrapleural selama ekspirasi menyebabkan penekanan dan penyempitan
Penyebab fungsional
· Depresi saraf pusat
· Abnormalitas system saraf perifer dan gangguan neuromuskular
v parese nervus laryngeus recurrent (pasca operasi, inflamasi, infiltrasi tumor,
v obstructive sleep apnoea
v Laryngospasm
v myasthenia gravis
v Guillain-Barre polyneuritis
v hipokalsemia (menyebabkan spasme pita suara).
v tetanus
Penyebab mekanis
v aspirasi benda asing
Infeksi
v epiglottitis
v supraglottitis
v sellulitis atau abses retrofaring
v Abses parafaring
v Angina Ludwig
v diphtheria
v bacterial tracheitis
v laryngotracheobronchitis
oedema laring
v alergi
v angioedema herediter
perdarahan dan haematoma
v paska operasi
v terapi anticoagulan
v koagulopati
Trauma
v Facial injury ( fraktur mandibula dan maxila)
v Acute laryngeal injury
v Laryngeal stenosis
v Luka bakar pada saluran nafas
Neoplasma
v karsinoma pharyng, laring dan tracheobronchial
v polyposis pita suara
kongenital
v vascular rings
v laryngeal webs, laryngocoele
v atresia coana bilateral
penyebab lainnya
v crico-arytenoid arthritis
v achalasia oesophagus
v myxoedema
GEJALA KLINIS
Bahkan sebelum riwayat pasien didapat, pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan untuk menilai keparahan sumbatan jalan nafas. Pasien akan mengunakan otot nafas tambahan seperti sternocleidomastoideus pada semua kasus sumbatan jalan nafas. Gejala sangat bergantung dari penyebab sumbatan, tetapi beberapa gejala sama pada semua kasus obstruksi.
Dyspnea
Stridor
Inspiratory – biasanya obstruksi supraglottic akan terhisap ke glottis dengan inspirasi
Expiratory – biasanya obstruksi subglottic akan terdorong ke glottis selama ekspirasi
Biphasic – keduanya diatas atau suatu lesi yang terisolasi di glottis seperti edema
Perubahan suara
nyeri
batuk
penurunan atau hilang suara nafas
perdarahan
gelisah
tercekik
megap-megap ( haus akan udara)
Wheezing, atau suara pernafasan yang tidak biasa yang menunjukkan kesulitan bernafas
Agitasi
Panik
Sianosis
Penurunan kesadaran/tidak sadarkan diri
sumbatan jalan nafas dapat total atau parsial
sumbatan total:
Pasien tak bisa bernafas, berbicara atau batuk dan dan akan memegang tenggorokan diantara jempol dan telunjuk, panik dan gelisah. Usaha yang keras untuk bernafas dengan retraksi interkostal dan supraklavikula. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan suara pernafasan nadi dan tekanan darah meningkat, pasien akan segera sianosis, kelilangan kesadaran, bradikardi dan hipotensi dan akhirnya henti jantung. Kematian terjadi bila sumbatan tidak teratasi dalam 2-5 menit.
sumbatan jalan nafas tak lengkap:
pasien dalam keadaan stabil atau perburukan yang progressif, tanda dan gejala mungkin ringan tetapi memburuk saat batuk, mengorok saat inspirasi, disfonia, afonia, tesedak, sesak karena sumbatan, batuk yang lemah, respiratory distress dan tanda-tanda hypoxaemia dan hypercarbia seperti kecemasan, bingung, letargi, sianosis bisa muncul sebagai perburukan . Usaha inspirasi yang kuat untuk melawan sumbatan dapat menimbulkan ekimosis. Sumbatan jalan nafas parsial yang memburuk harus ditangani secara cepat dan segera dilakukan persiapan terapi sebagaimana sumbatan jalan nafas total.
PEMERIKSAAN KHUSUS
Laringoskopi dan bronkoskopi
Laringoskopi indirect pada pasien yang stabil dan kooperatif berguna untuk mendiagnosa benda asing, massa retrofaring atau laring dan patologi glottis lainnya.
Flexible fibreoptic bronchoscopy atau laringoskopi berguna sebagai diagnosis dan penetalaksanaan dari obstruksi saluran nafas atas. Keuntungannya dapat secara langsung melihat anatomi dan fungsi saluran nafas atas dan membuat diagnosis yang akurat, dapat dilakukan tdi unit gawat darurat tanpa memindahkan pasien dan sedikit resiko obstruksi total, pasien dalam keadaan sadar dan nafas spontan, bila dilakukan hati-hati tidak traumatic dan tidak memperburuk obstruksi. Kekurangannya yaitu membutuhkan operator yang handal dan pasien yang kooperatif, sulit dilakukan bila terdapat banyak darah dan sekret.
Laringoskopi direct dapat sebagai tindakan diagnosis dan terapetik. Benda asing, darah, muntahan, dan sekresi dapat di sedot atau dikeluarkan dengan forsep. Intubasi endotracheal dapat dilakukan dengan cepat dengan penglihatan langsung.
Kekurangannya adalah kebutuhan akan anastesi lokal yang baik dimana sering sulit dilakukan pada keadaan emergensi. Prosedur yang traumatis dapat memperburuk pembengkakan, perdarahan dan edema.
Pemeriksaan Radiografi
Foto polos leher AP dan lateral berguna untuk mendeteksi benda asing yang radiopaq, massa retrofaring dan epiglottitis. Foto Lateral harus dilakukan saat inspirasi dengan kepala hiperekstensi. CT scan dapat dilakukan pada pasien yang stabil dan untuk menilai kartilago tiroid, krikoid dan aritenoid untuk menilai keadaan lumen saluran nafas.
PRINSIP DAN TEKNIK PENANGANAN SUMBATAN JALAN NAFAS
Manuver jalan nafas
Manuver sederhana dapat dilakukan untuk membuka jalan nafas seperti headtilt, chin lift. Jaw thrust (triple airway manoeuver) digunakan bila metode lainnya gagal. Manuver “Heimlich” efektif digunakan pada sumbatan jalan nafas total yang disebabkan oleh benda asing. Oropharyngeal airway (guedel) atau nasopharyngeal airway akan berguna pada pasien-pasien yang tidak sadar. Jika pasien tidak diintubasi segera, gunakan posisi koma (semi-prone, kepala sedikit ditundukkan).
Intubasi Endotracheal
Direct laryngoscopy dan intubasi tracheal adalah metode yang digunakan pada pasien yang apneu dan tidak sadar. Anastesi lokal yang baik sangatlah penting. Phenylephrine (1-2%) atau kokain (2ml dalam larutan 5%) mengurangi perdarahan hidung. Suction catheters (oro atau nasopharyngeal) akan memperbaiki angka keberhasilan dimana “port suction” dapat digunakan untuk menyalurkan oksigen 100% dan juga menjaga ujung bronkoskopi tetap bersih dari lendir.
Penanganan Operatif
Diindikasikan bila intubasi endotracheal tidak memungkinkan atau ada ketidakstabilan tulang cervical
percutanous transtracheal jet ventilation
Menggunakan kateter intravena yang besar dimasukkan melalui membran cricothyroid. Cepat sederhana, relative aman dan efektif pada situasi dimana pasien tidak bisa di intubasi. Lebih cepat dari cricothyroidotomy atau trakeostomi
cricothyroidotomy
Diandalkan, aman dan mudah untuk membuat suatu jalan nafas emergensi. Merupakan metode yang dipilih jika terjadi sumbatan total jalan nafas atas dan ekspirasi tidak bisa dilakukan melelui glottis
Diameter internal minimum tube agar dapat terjadi pertukaran gas yang adequate (menggunakan suplemen O2): pernafasan spontan 3mm; ventilasi dengan suatu bag valve resuscitator 2.5mm
Diameter dari rongga cricothyroid adalah 9mm oleh karena itu tube berukuran lebih dari 8.5 tidak boleh digunakan untuk mencegah komplikasi seperti laryngeal fractur dan kerusakan pita suara. Tube trakeostomi shiley no 4 memiliki diameter dalam 5mm dan diameter luar 8.5 mm oleh karena itu ideal. Suatu tube endotrakheal standar 6-6,5 juga bisa digunakan
v Teknik operasi
Leher pasien diekstensikan dan distabilkan, palpasi kartilago krikoid kira-kira 2-3 cm dibawah tiroid. Dibuat suatu insisi horizontal sepanjang 1 cm sedikit diatas batas superior krikoid (ini untuk menghindari pembuluh yang berjalan dibawah batas inferior sama seperti pembuluh yang berada di intercostal) untuk mendapatkan membran cricothyroid yang kemudian ditembus ditengahnya. Pisau harus diarahkan ke inferior untuk mencegah trauma pita suara.hati-hati agar tidak menembus dinding posterior laring yang bisa menembus oesofagus. Masukkan instrumen tumpul seperti gagang pisau pada insisi dan putar perlahan untuk memperbesar insisi agar dapat dimasuki kanula kecil
Komplikasi (seperti stenosis subglottic, fraktur tiroid, perdarahan dan pneumothorax) jarang terjadi.
Tracheostomy
Trakeostomi dan trakeostomi adalah dua hal yang sering dilakukan untuk membuka dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat sementara. Trakeotomi perdefenisi adalah suatu insisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk keparu-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Stoma permanen setelah laringektomi yang dibuat dengan menjahitkan kuit ke mukosa trakea disebut trekeostomi permanen.
Indikasi
Perkembangan antibiotik dibarengi kemajuan hebat dalam anastesi telah menjadikan trakeostomi paling sering dilakukan sebagai prosedur elektif.
Untuk memintas obstruksi
Anomali Kongenital (seperti, laryngeal hypoplasia,)
Benda asing yang tidak bisa dikeluarkan dengan manuver Heimlich dan basic cardiac life support (BCLS)
Kondisi patologis supraglottic atau glottis (seperti, infeksi, neoplasma, bilateral vocal cord paralysis)
Trauma leher akibat cedera berat pada kartilago tiroid atau krikoid tulang hyoid atau pembuluh darah besar.
emphysema subcutan
muncul di wajah leher
fraktur wajah yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas (misalnya fraktur komminutif tulang wajah bagian tengah dan mandibula
Edema
Trauma
Luka bakar
Infeksi
Anafilaksis
Membuat rute jangka panjang untuk ventilasi mekanik jangka panjang pada kasus kasus gagal nafas
Jalan untuk pulmonary toilet
Batuk Inadequat karena nyeri atau kelemahan
Aspirasi dan ketidakmampuan untuk menangani sekresi (tube dengan cuff membuat tracea terlindungi dari esophagus dan isi refluxnya. Olehkarena itu intervensi ini bisa mencegah aspirasi dan semua substansi aspirasi bisa dipindahkan.)
Profilaksis (seperti persiapan pada pembedahan luas di kepala dan leher)
Severe sleep apnea (gangguan nafas saat tidur yang berat) yang tidak bisa ditangani dengan cara lain yang lebih ringan.
Jenis trakeostomi
1. Trakeostomi biasa
Trakeostomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari, indikasinya:
v Tumor laring yang belum lanjut (belum sesak), persiapan biopsi.
v Tumor pangkal lidah/tonsil, persiapan radiasi atau operasi (untuk anestesi).
2. Trakeostomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
v Trakea letaknya "dalam", sulit dicapai; hal ini karena ada tumor koli.
v Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
v Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
v Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor koli.
v Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena asisten memegang haak (pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
v Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba trakea.
v Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
v Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeostomi dahulu.
3. Trakeostomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah sianosis; sesak karena lumen sudah menutup jalan napas lebih dari 90%.
4. Trakeostomi darurat dan sulit
Kombinasi ini bisa terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita
Kontraindikasi
Tak ada kontraindikasi absolut untuk trakeostomi. Suatu kontraindikasi yang relatif kuat untuk melakukannya adalah sumbatan yang diduga suatu karcinoma laring karena manipulasi pada tumor harus dihindari karena hal tersebut meningkatkan insiden rekurens


KEADAAN KLINIS YANG SERING DITEMUI
Epiglotitis akut
Epiglottitis akut atau laringitis supraglottika akut cukup banyak ditemukan pada anak-anak kecil. Juga terdapat pada orang dewasa, tetapi dengan frekwensi yang lebih jarang. Merupakan penyakit yang membahayakan jiwa bila tidak lekas diambil tindakan yang cepat dan tepat, terutama pada anak-anak kecil. BECKER BL0EMKOLK dalam satu tahun mendapatkan tiga kasus anak kecil (berumur 2, 3 dan 3. tahun) yang meninggal dengan diagnosis yang salah atau tanpa dapat dibuat diagnosis klinis. Pada obduksi, didapatkan epiglottitis acuta pada ketiga-tiganya. Frekwensi Lebih banyak terdapat pada laki-laki, seperti tercermin pada penyelidikan BAXTER terhadap 103 kasus epiglottitis acuta pada anak kecil yang terdapat selama 15 tahun (1951 — 1965) di Montreal Children ' s Hospital.
Etiologi
Kausanya belum diketahui dengan jelas. Seperti pada lain-lain infeksi di faring, diduga penyebab primernya adalah virus; kemudian ada infeksi sekunder, terutama oleh Haemophilus influenzae type B. Juga bisa didapatkan streptococcus, staphylococcus, pneumococcus dan kuman-kuman lain.
Laringitis akut
Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membrane mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trakea). Di dalam kotak suara terdapat pita suara-dua bbuah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang rawan.
Laryngitis akut biasanya karena terjadinya iritasi dan peradangan akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius. Laringitis akut pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold), atau merupakan manifestasi dari radang saluran napas bagian atas. Pada anak, laringitis akut dapat menimbulkan sumbatan jalan napas atas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak, karena rimaglotis anak relatif lebih sempit dari orang dewasa. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang saluran napas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus influenzae, Staphylococcus, Streptococcus atau Pneumococcus, Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan denga perubahan cuaca atau suhu, gizi yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang berlebihan. Pada laringitis akut terdapat gejala umum, seperti demam, kelemahan (malaise), gejala rinofaringitis, batuk disertai farau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni). Gejala yang mula-mula timbul adalah, rasa kering ditenggorokan, nyeri ketika menelan atau berbicara. Sering disertai batuk kering dan lama kelamaan akan timbul batuk dengan dahak yang kental. Pada keadaan lanjut sering menimbulkan gejala sumbatan jalan napas bagian atas sampai sianosis. Hal ini sering terjadi pada anak.
Terapi bedah tergantung pada stadium sumbatan laring. Jackson membagi sumbatan laring yang progressif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :
Stadium I : retraksi tampak pada waktu inspirasi di supra sternal, stridor saat inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium II : retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada saat inspirasi.
Stadium III : cukungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor pada saat inspirasi dan ekspirasi.
Stadium IV : retraksi bertambah jelas disemua tempat seperti diatas, pasien sangat gelisah, tampak ketakutan dan sianosis. Jika terus berlanjut dapat terjadi asfiksia dan kematian
Tindakan konservatif seperti pemberian anti inflamasi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada stadium I. Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stadium II dan III. Sedangkan pasien dengan stadium empat dlakukan krikotirotomi.
Difteri
Organisme penyebab adalah srtain dari corynebacterium diphteriae, paling sering menyerang faring. Keluhan awal ynag sering adalah nyeri tenggorokan, disamping itu pasien mengeluh nausea , muntah dan disfagia. Pemeriksaan menunjukan membrane yang khas terjadi di atas daerah tonsila dan meluas kedaerah yang berdekatan. Perdarahan terjadi pada pengangkatan membrane.
Penanganan terdiri dari dua hal yaitu : 1. Penggunaan antitoksin spesifik; 2. Eleminasi organisme dari orofaring.
Abses Retrofaring
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5 tahun, maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada orang dewasa.
Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam pemilihan antibiotik yang tepat. Walaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara medikamentosa dan operatif

a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
· Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.
Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring. Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat
insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat m. sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m. sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ). Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari abses. Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.
angina Ludwig
Merupakan infeksi pada dasar mulut. Massa inflamasi berkembang di celah antara lidah dan otot serta fascia leher anterior. Jalan nafas supraglotis terjepit dan menjadi sempit. Paling sering berasal dari infeksi gigi geligi. direct laryngoscopy sulit dilakukan karena lidah sulit digeser kedepan. fibreoptic bronchoscopy atau insisi merupakan cara penanganannya. Sebelum insisi dilakukan sebaiknya dilakukan persiapan untuk trakeostomi karena dikhawatirkan terjadi kesulitan intrubasi
Cidera inhalasi
Sumbatan jalan nafas diakibatkan oleh edema supraglotic yang progressif yang biasanya terjadi dalam 24 jam setelah inhalasi. Faktor resiko edema yang berat adalah luka bakar yang luas (>30-45%), pasien-pasien dengan kondisi seperti ini harus segera diintubasi
Alergi
Manifestasi alergi dapat berupa lokal atau bagian dari reaksi anafilaksis. Pada edema laring akut karena alergi, angioedema bibir dan supraglotis, glottis dan infraglotis dapat menimbulkan sumbatan pada jalan nafas. Reaksi sistemik terdiri dari kombiasi antara urtikaria, bronchospasme, syok, kolaps kardiovaskular dan nyeri perut. Penyebab alergi yang sering adalah sengatan lebah, kerang-kerangan dan obat angiotensin converting enzyme inhibitor
Pengobatan terdiri dari pembebasan jalan nafas segera dan pemberian oksigen, infus, epinephrine, antihistamin dan steroid:

Oxygen
100%
Intravenous fluid replacement

Epinephrine (1:10 000) orEpinephrine (1:1000)
0.2-0.5 ml IV0.3 ml SC
Diphenhydramine
50 mg IV/IM
Methylprednislone orHydrocortisone
125 mg IV200 mg IV
Aminophylline
5.6 mg/kg over 30 min

No comments:

journal kedokteran GRATIS ?

kebanyakan journal kedokteran harus langganan dan bayar tetapi biasanya artikel punya masa bayar, artinya kalau masanya sudah lewat bisa dibaca gratis yang cari aja di google, yang penting keyword harus spesifik?